Rabu, 18 Agustus 2010

Jakarta-Pelabuhan Ratu-Ujung Genteng-Jakarta (3 -Tamat)



Setelah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Ujung Genteng, kami segera bergegas menuju Pantai Pangumbahan, sekitar 5 km ke arah barat. Maklum kami tidak ingin melewatkan kesempatan untuk melepas tukik (anak penyu, red) yang telah menetas dan secara naluriah langsung menuju ke pantai untuk melanjutkan perjuangan keras mereka disana.

Selama perjalanan kami menjumpai beberapa pondok yang disewakan kepada pengunjung tepat di sisi jalan yang berada di bibir pantai, namun karena ketika itu bertepatan dengan libur nasional, maka hampir dipastikan pondok - pondok tersebut lumayan penuh. Kami bisa melihat banyaknya kendaraan pribadi, baik dua roda maupun empat roda dengan plat B yang telah parkir dengan rapi di halaman pondokan.

Selepas pondok - pondok itu, kami melewati beberapa daerah yang lumayan tandus, sebab hanya semak - semak yang ada di kawasan ini, pohon kelapa pun hanya terlihat satu atau dua batang dengan jarak yang berjauhan, namun karena saat itu matahari tengah beranjak ke peraduan, tetap saja siluetnya menghasilkan pemandangan yang cukup mempesona. Selain itu kami juga menjumpai para Pramuka yang tengah mengadakan acara di sisi pantai, sehingga tak pelak jalan karang dan pasir menuju Pangumbahan penuh sesak dengan lalu lalang kendaraan dan para pramuka yang hilir mudik antara tempat acara dan perkemahan. Pengemudi kendaraan harus berhati - hati melewati jalan ini karena medan jalan yang bertekstur kasar dipenuhi karang dan pasir serta semak-semak cukup membahayakan bila tidak diwaspadai.

Pukul 16.00 kami tiba di Pangumbahan, setelah mengisi buku tamu dan membayar biaya administrasi (Rp. 5.000/orang) kami putuskan untuk menunaikan Sholat Ashar sebelum beranjak ke pantai. Di komplek penangkaran sendiri terdapat beberapa bangunan, selain kantor administrasi, juga terdapat aula, mushola, kamar mandi dan beberapa pondok kecil. Bangunan - bangunan disini terlihat sudah usang, bahkan terkesan kotor, hanya beberapa pondok kecil saja yang terlihat lebih baik, mungkin karena faktor usia, karena sepertinya bangunan pondok baru dibangun. Namun fasilitas ini sudah cukup nyaman sebab relatif lebih baik dibanding Ujung Genteng yang tidak memiliki fasilitas kamar mandi sehingga harus menyewa kamar mandi self service alias menimba dari sumur di rumah penduduk setempat.

Setelah menunaikan sholat, kami bergegas menuju pantai, karena petugas setempat sudah mengisyaratkan agar kami segera mengikuti prosesi pelepasan tukik. Setelah sampai di tepi pantai, pemandangan yang disuguhkan sungguh luar biasa. Hamparan pasir putih sepanjang 1,3 km tergelar dari sisi kanan hingga jauh disisi kiri kami. Air laut jernih kebiruan berupa ombak yang saling berkejaran sangat kontras dengan warna jingga dari matahari terbenam di ufuk barat.

Di pantai itu, sudah berkumpul beberapa orang yang sama-sama ingin menikmati prosesi pelepasan tukik, kira-kira 30 orang berkerumun disekitar petugas yang membawa sekitar 20 tukik dengan wadah bak plastik. Tak lama kemudian tukik itu pun diletakkan diatas pasir, dan kontan saja semua pengunjung yang hadir tak menyiakan kesempatan untuk berfoto bersama tukik-tukik tersebut, hingga suasana sangat hiruk pikuk. Beberapa tukik pun tak sengaja terinjak, kasihan rasanya. Akhirnya saya pun memilih mengambil jarak dan melihat tukik-tukik itu menghilang dibalik ombak dari kejauhan. Bagi saya lebih baik melihat dan menikmati momen ini dari jauh daripada berusaha berfoto ria namun menyakiti tukik yang dilepaskan.



Pukul 18.00 prosesi selesai dilakukan dan seluruh tukik sudah menghilang ditelan ombak, dan kami putuskan untuk segera kembali ke pantai Ujung Genteng untuk mendirikan tenda disana. Kami mendirikan tenda tepat dibibir pantai Ujung Genteng, disebelah warung tenda penduduk setempat yang lebih dulu berdiri. Sepanjang malam tenda kami diguyur hujan yang cukup lebat, sehingga saya putuskan untuk beristirahat di dalam tenda sepanjang malam, namun beberapa kawan saya menyempatkan diri belanja ke pelelangan ikan setempat dan membuat ikan bakar. Saya pun ditawari untuk bergabung, namun karena lelah dan merasa malas untuk bangun, maka saya putuskan untuk tetap istirahat di dalam tenda hingga pagi.

Ketika saya bangun keesokan paginya, matahari sudah cukup tinggi namun awan mendung yang cukup tebal masih menggayut, hingga saat itu cuaca Ujung Genteng tak secerah kemarin. Tapi karena ini adalah hari terakhir saya berada disana, maka saya sempatkan untuk bergabung bersama kawan-kawan lain yang sudah terlebih dulu bermain di tepi pantai. Beberapa kawan memutuskan unutk berenang tapi saya lebih memilih berjalan-jalan di atas karang yang airnya surut, disana saya menemukan beberapa hewan unik seperti teripang, bulu babi, dan ikan kecil yang berwarna - warni terjebak di cekungan karang yang berair. Karena saya pernah melihat seorang presenter acara petualangan di TV memakan telur bulu babi, saya pun penasaran ingin mencoba hal tersebut, dan saya tangkap seekor bulu babi yang ada, tapi karena saya tak tahu bagaimana membuka cangkang dan menghindari duri beracunnya, akhirnya bulu babi itu saya lepaskan kembali :D.

Setelah 2 jam bermain di tepian karang, saya memutuskan kembali ke tenda. Setelah itu kami sepakat untuk bergegas sarapan dan kembali ke Jakarta. Tepat pukul 11.00 kami memulai perjalanan pulang, dan setelah 10 jam yang basah karena hujan yang tak kunjung berhenti. Pukul 21.00 saya tiba dirumah. (Selesai)





2 komentar:

nourygagarin mengatakan...

ini kaca yg beneran jalan kesana?
kepengen T_T

uno mengatakan...

wah saya sebenernya pengen banget backpackers kesana tapi kira2 biaya termuah untuk backpackers berapa ya?